Thursday, May 26, 2011

The Journey To The Fifth: Part One

May 25th 2006, 6 tahun yang lalu, Ataturk Stadium di kota Istanbul, Turkey. Sebuah final kompetisi sepakbola terbesar Eropa baru saja akan di mulai saat 2 team dari 2 negara berbeda datang ke stadium tersebut untuk mencoba meraih mimpi mereka demi merebut sebuah kehormatan tertinggi di kasta sepakbola Eropa. Mereka adalah AC Milan dan Liverpool. Namun keduanya tidak akan mengira kalau final ini akan menjadi final Liga Champion terhebat yang pernah ada. The Greatest Comeback Final Ever, adalah julukan yang diberikan di saat akhir pertandingan merujuk ke final dengan tingkat tensi tinggi selama 120 menit plus 9 menit waktu saat adu penalty dilakukan. Final ini bukan saja mempertarukan gengsi antara kedua kutub sepakbola yang mempunyai gaya yang bermain berbeda melainkan juga pembuktian apakah Liverpool mampu mematahkan kutukan 20 tahun sejak terakhir Liverpool menjuarainya 1984 di Roma sebelum Liverpool vakum dari keikutsertaan mereka di Liga Champions akibat hukuman selama 5 tahun dri UEFA atas tragedy Hesyel di tahun 1985. Liverpool membawa serta 18 punggawanya ke Atartuk Stadium tanpa terkecuali Dietmar Hamman yang 3 hari sebelumnya mengalami masalah dengan hamstring namun dia tidak akan pernah menyangka bahwa perannya nanti sangat vital

Luis Garcia dan Xabi Alonso pembelian Rafa paling efektif
Perjalanan Liverpool ke pentas final Liga Champions pun tidak lah mudah seperti membalik telapak tangan. Selain di awal musim Liverpool kehilangan salah satu anak emasnya, Michael James Owen yang beralasan mencari pengalaman baru di Spanyol, perubahan staff kepelatihan saat Rafa Benitez datang pada musim pertamanya bersama Liverpool adalah bumbu lain yang mengawali semuanya. Sang Nakoda Kapal, Rafa Benitez menyulap Liverpool menjadi sebuah armada sepakbola dengan aroma spanish connection dengan mendatangkan pemain macam Xabi Alonso, Luis Garcia, Antonio Nunez dll serta memunculkan nama Neil Mellor yang sempat menjadi teenage sensation.

Perjalanan Liverpool di Liga Champions berangkat dari kualifikasi ke 3, Liverpool dipertemukan dengan klub semenjana dari Austria, AK Graz. Bermain tandang di Austria, Stevie G cetak 2 goal pertama mengawali regime Rafa Benitez di Liverpool sebelum menjamu AK Graz di Anfield. Kembali ke Anfield, The Anfield Boys berhasil mencuri 1 gol sehingga membuat agregat membesar menjadi 3-0. Liverpool lolos ke grup stage. Dalam drawing di Nyon, Liverpool bergabung di grup A bersama Olympiakos, Deportivo La Coruna serta AS Monaco. AS Monaco yang pada musim sebelumnya menjadi runner-up kejuaran sebelum kandas di final oleh FC Porto dengan Jose Mourinho-nya. Liverpool menjadi unggulan dalam grup tersebut, namun unggulan bukan berarti tanpa hambatan. Pada interval pertama tidak terlalu bagus. Liverpool hanya meraih 1 kemenangan dengan mengalahkan Monaco 2-0 serta mengalami kekalahan tandang dari Olympiakos dengan skor 0-1 sebelum Deportivo La Coruna menyadarkan Liverpool bahwa mereka semua punya nyali dengan menahan Liverpool 0-0 di Anfield.

Interval kedua,organisasi permainan Liverpool mulai membaik dengan bukti kemenangan tandang Liverpool di Estadio Riazor kandang Super Depor. Jorge Andrade memberikan hadiah sebuah gol bunuh diri yang memberikan suntikan kepercayaan Liverpool namun masalah inkonsistensi masih ada. Di matchday 5, Liverpool seperti tanpa semangat dan kehilangan konsistensi ketika kehilangan poin penuh di kandang Monaco. Javier Saviola pastikan Monaco melenggang ke fase knockout meninggalkan Liverpool yang harus bertarung sampai partai terakhir vs Olympiakos. Matchday 6. di Anfield. Liverpool membutuhkan kemenangan dengan keunggulan 2 goal atas Olympiakos demi muluskan langkah ke 16 besar. Semuanya sedikit rusak dgn kehadiran gol Olympiakos hasil free kick Rivaldo memanfaatkan kelemahan pagar bĂȘtis yang dibangun Liverpool. Keunggulan Olympiakos bertahan hingga turun minum. Mengetahui teamnya ketinggalan, Liverpool sadar mereka butuh 3 goal untuk lolos.

Steven Gerrard menjadi pahlawan Liverpool vs Olympiakos
Liverpool memulai babak kedua dengan bermain langsung menyerang. Sebuah gebrakan Harry Kewell tercipta setelah menang duel lari man to man lawan salah satu bek Olympiakos. Kewell melepaskan sebuah umpan manis ke kaki Sinama Pongolle dan membawa Liverpool menyamakan kedudukan 1-1. Liverpool makin percaya diri. Liverpool butuh 2 gol lagi sampai akhrnya Neil Mellor membawa Liverpool unggul setelah memanfaatkan kemelut di depan gawang Nikopolidis. 2-1 untuk Liverpool. Keunggulan tersebut nyatanya belum cukup untuk memastikan Liverpool lolos ke fase knock out.Liverpool mulai mengurung pertahanan Olympiakos. Momen yang ditunggu akhirnya datang. Carra yang saat itu naik membantu serangan Liverpool mengirimkan sebuah umpan lambung ke kepala Mellor. Neil Mellor yang melihat posisi Stevie kosong langsung pantulkan bola tersebut ke tengah tepat di jarak bidikan Stevie G. Steven Gerrard yang sudah dari tadi menunggu akhirnya menemukan posisi yang pas untuk membidik bola tersebut. Sebuah tendangan setengah first time dengan tingkat akurasi 100% tepat plus daya hujam yang keras membuat satu stadion Anfield bersorak riuh. Steven Gerrard bawa Liverpool unggul 3-1 ata Olympiakos pada salah satu malam comeback hebat pada season tersebut. Komentator Sky saat itu Andy Gray dan Martin Tyler pun sampai teriak “ Oh beauty, What a hit, son “ berulang-ulang puji gol Stevie G. Atmosfer satu stadion Anfield pun berubah darinya tadi tegang sampe ke ubun-ubun menjadi sebuah kelegaan massal. Liverpool lolos

Inilah awal yang menyakinkan Liverpool yang maju ke fase knock-out sebagai runner up group menemani AS Monaco yang menjadi juara Grup A. Liverpool unggul perbedaan goal dari Olympiakos walaupun sama-sama mempunyai poin 10, Liverpool yang lolos dari lubang jarumDi fase knock-out Liverpool dipertemukan juara grup B,Bayern Leverkusen. yang mengungguli Madrid di grup B. Liverpool Seperti tanpa kesulitan. Liverpool melenggang di dua pertemuan kandang dan tandang yang masing-masing tercipta skor 3-1 sehingga menciptakn agregat besar 6-2. Luis Garcia, Milan Baros, John Arne Risse, Didi Hamman masing-masing menyumbangkan goal di kedua pertemuan melawan Leverkusen.

Pada drawing yang dilakukan di markas besar UEFA di Nyon, Swiss, Liverpool dipertemukan dengan Juventus di perempat final. Semua orang tertuju pada peristiwa paling memilukan publik sepakbola Eropa 19 tahun yang lalu, Tragedi Hesyel yang menewaskan 39 suporter. Polemik sempat muncul akan adanya isu boikot pertandingan oleh pihak keluarga korban terutama fans Juventus namun hal tersebut tidak terjadi. Pertandingan pertama di gelar di Anfield.Diawali sebuah upacara penghormatan untuk 39 korban tragedy Hesyel. Upacara ini juga dihadiri oleh dua legenda masing-masing klub, Ian Rush dan Platini. 

Luis Garcia mencetak gol indah vs Juventus
Ceremony itu tidak mengurangi tensi pertandingan saat dimulai. Sami Hyypia buka keunggulan Liverpool melalui tandukannya setelah memanfaatkan sepak pojok. 1-0 Liverpool. Tak berselang berapa lama, Luis Garcia memperlihatkan sebuah tendangan spektakular dari jarak sekitar 25 meter menghujam jala Gigi Buffon. 2-0 keunggulan Liverpool pada babak pertama. Gambaran para suporter saat itum Liverpool bakal lewati babak kedua dengan mudah. Namun tidak...Di babak kedua Juventus mulai bermain menyerang sampai pada akhirnya lemahnya kordinasi lini belakang Liverpool mampu dimanfaatkan Fabio Cannavaro mencetak goal tandang untuk Juventus yang mungkin menjadi modal utama Juve untuk habisi LFC di Turin. Pertemuaan kedua berlangsung di Turin, Juventus minimal memerlukan kemenangan 1-0 atas Liverpool untuk memuluskan jalan mereka ke semifinal. Namun Liverpool adalah Liverpool, dengan segalah kegigihan sampai akhir pertandingan, keunggulan 2-1 dari Anfield mampu dijaga Liverpool. Liverpool yang saat itu langsung dicap bermain super defensive dan sedikit pragmatis oleh Juventus, namun Rafa Benitez menolak berkomentar

No comments:

Post a Comment